Indikator Pembangunan


1.  Indikator Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang cepat tentunya dipacu oleh investasi yang memadai. Investasi yang ditanamkan terhadap suatu sektor ekonomi akan menghasilkan penambahan nilai tambah yang berbeda-beda pada  masing-masing sektor. Karena itu dibutuhkan suatu indikator yang dapat mengetahui kebutuhan investasi dan peranannya terhadap             peningkatan PDRB. Untuk mengetahui kebutuhan investasi dan peranannya terhadap peningkatan output sektor ekonomi diperlukan penghitungan
Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Dari hasil perhitungan pada tahun 2000 didapatkan bahwa ICOR Provinsi Gorontalo adalah sebesar 4,48. Hal ini berarti bahwa untuk menaikan pengembangan dalam upaya membangun dan mengembangan Provinsi menuju daerah yang mandiri, maka sejumlah kebijakan ditempuh, berdasarkan pada potensi dan sumber daya yang dimiliki. Dalam rangka mempercepat proses pembangunan di Provinsi, maka harus dikembangkan dan dapat digali seoptimal mungkin potensi sumber daya pertanian dan peternakan serta kelautan dan perikanan yang berbasis agrobisnis dan agroindustri yang berpihak pada rakyat, pengusaha kecil dan menengah serta koperasi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya setempat serta berwawasan lingkungan, berdaya tahan dan berdaya saing. 

Strategi pengembangan selanjutnya yaitu pengembangan infrastruktur dan pengembangan SDM dan perangkat hukum. Pengembangan infrastruktur meliputi pengembangan fasilitas Bandar Udara, pengembangan pelabuhan, pengembangan jalan diagonal dan jalan antar provinsi dan pembangunan perkantoran pemerintahan provinsi. Selain itu dalam rangka mengantisipasi kebutuhan energi di masa datang maka pembangunan waduk harus diupayakan disamping mampu menyediakan energi juga mempunyai multifungsi seperti irigasi dan penanggulangan banjir. Dalam rangka konservasi juga dilakukan rehabilitasi Danau yang merupakan salah satu prioritas disamping penataan Daerah Aliran Sungai (DAS).

Guna memacu pertumbuhan ekonomi wilayah dan percepatan pembangunan berdasarkan skala prioritas maka ditetapkan beberapa kawasan yang diharapkan menjadi pusat pertumbuhan atau kawasan cepat tumbuh dan daerah penyangga dalam bentuk penetapan kawasan yang terdiri atas Kawasan Andalan. Penetapan kawasan tersebut di samping merupakan salah satu strategi dalam pengembangan wilayah juga sebagai upaya memacu             peningkatan pendapatan masyarakat pada wilayah tersebut melalui multiplier effect yang akan timbul dari pengembangan kawasan tersebut. Diharapkan melalui penyusunan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) provinsi yang akan segera tersusun maka penataan kawasan akan lebih terarah dan mempunyai dasar hukum yang tetap. Pengembangan sumber daya manusia ditempuh melalui pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu dikembangkan berbagai jenjang dan jenis pendidikan baik dasar, menengah dan Perguruan Tinggi. Sedangkan dibidang kesehatan meliputi peningkatan pelayanan kesehatan seperti pengembangan rumah sakit, tenaga medis dan sebagainya.

2. Indikator Pendidikan
Pembangunan bidang pendidikan menjadi satu pokok bahasan yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Alasannya, pendidikan diyakini menjadi komponen strategis dan mendasar untuk mendukung dan mendorong setiap upaya pembangunan sektor                   lainnya. Pendidikan juga memengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi dan peradaban suatu bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap fertilitas, mortalitas, dan migrasi masyarakat. Pendidikan juga menjadi faktor penting dalam proses transformasi sosial suatu bangsa. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila negara dengan penduduk berpendidikan tinggi akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat (Fatah, 2000).

Kontribusi pembangunan pendidikan terhadap pembangunan sosial ekonomi berwujud melalui peningkatan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap (attitudes), dan produktivitas (productivity). Bagi masyarakat, pendidikan bermanfaat dalam memperkuat                  kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Pendidikan  juga memperkuat kemampuan dalam memanfaatkan teknologi demi kemajuan di bidang sosial dan ekonomi. Karena manfaatnya yang begitu luas dan menyentuh semua dimensi kehidupan masyarakat, pembangunan pendidikan harus mendapatkan prioritas pertama dan utama oleh semua pihak. Pendidikan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi SDM jangka panjang (long-term human capital investment). Pidato Theoderore W. Schultz pada tahun 1960 yang berjudul "Investment in Human Capital" di hadapan para ahli ekonomi dan pejabat yang tergabung dalam "The American Economic Association" merupakan dasar diletakkannya teori human capital. Pesan utama dari pidato tersebut sangat sederhana, yaitu bahwa proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata, namun merupakan suatu investasi yang amat besar dan berharga. Investasi dalam bidang pendidikan hasilnya tidak akan dirasakan dalam waktu yang singkat, tetapi akan dirasakan di kemudian hari dan memerlukan waktu yang relatif lama. Nilai modal manusia (human capital) suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh jumlah populasi penduduk atau tenaga kerja  kasar (intensive labor), tetapi sangat ditentukan oleh tenaga                   kerja intelektual (intensive brain). Adam Smith (1952), pakar ekonomi klasik, mengakui bahwa pendidikan dan latihan akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas kerja. Smith meyakini bahwa kesejahteraan dan kekayaan suatu bangsa sangat  bergantung pada keunggulan intelijensi dan intelektualitas. Pengalaman di negara maju secara mendasar telah membuktikan bahwa pendidikan dapat mengurangi kebodohan dan kemiskinan serta menjadi sarana utama bagi pencerahan, pertumbuhan sikap kritis, kreatif, terampil, dan produktif warga negara. Secara makro, pengembangan dan perencanaan pendidikan berbentuk piramida bersama politik dan kebudayaan. Pembangunan pendidikan tidak bisa lepas dari politik dan kebudayaan. Politik diperlukan di dalam pembangunan pendidikan agar terjadi percepatan dalam setiap kebijakan berupa lompatan-lompatan kemajuan pendidikan. Kebudayaan dalam konteks pendidikan adalah dalam rangka pembentukan watak dan nilai bangsa (nations dan character building) sehingga setiap lembaga pendidikan memiliki budaya yang positif dan progresif bagi kemajuan bangsa di masa mendatang. Pendidikan menjadi salah satu aspek dalam indeks pembangunan manusia (human development index) yang dikembangkan oleh United Nations Development Programs (UNDP). Unsur pendidikan dianggap sebagai indikator kemajuan pembangunan sebuah masyarakat, di samping kesehatan dan daya beli masyarakat. Dengan posisi tersebut, pendidikan dianggap cukup strategis untuk dijadikan agenda pembangunan bangsa. Untuk itu, seluruh potensi pendidikan hendaknya diarahkan pada pencapaian tingkat kemajuan pembangunan pendidikan yang mantap, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Dalam komposit IPM, aspek pendidikan diukur dengan menggunakan dua indikator, yakni angka melek huruf (AMH) penduduk 15 tahun  ke atas dan rata-rata lama sekolah (RLS). Angka melek huruf diukur melalui kemampuan membaca dan menulis, diperoleh dengan                   membagi banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan lainnya, dengan seluruh penduduk berumur 15 tahun ke atas. Sementara itu, rata-rata lama sekolah dihitung dengan tiga variabel, yakni partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.                  Berdasarkan pemikiran di atas, dokumen ini disusun dalam rangka menformulasikan makna strategis pendidikan dalam pembangunan Jawa Barat. Indeks pembangunan manusia menjadi standar yang dipergunakan dalam pembahasan dokumen ini. Untuk selanjutnya, dokumen ini memuat potensi dan persoalan pendidikan, kinerja pendidikan, strategi dan arah kebijakan, indikator kegiatan yang dicerminkan melalui program kegiatan                   Sementara itu, analisis data dilakukan untuk setiap kota/kabupaten di Jawa Barat, dalam rangka menemukan kunci persoalan yang ada di setiap wilayah tersebut. analisis data kabupaten/kota pada gilirannya dapat merumuskan berbagai alternatif kebijakan pendidikan di Jawa Barat, yang kemudian dijadikan sebagai bahan rujukan bagi berbagai dokumen Perencanaan Pembangunan; baik untuk rencana pembangunan jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek dan bermuara pada anggaran pembangunan dan belanja daerah atau APBD.

Kebijakan pendidikan akan memayungi setiap program pendidikan  di Jawa Barat. Melalui kebijakan pendidikan, masyarakat Jawa Barat akan terlibat secara aktif dalam pembangunan, baik secara perseorangan maupun kelompok. Peran-peran masyarakat inilah yang akan mempercepat pencapaian visi Jawa Barat dengan iman dan takwa sebagai Provinsi Termaju dan Mitra Terdepan Ibu Kota Tahun 2010. Kondisi umum pendidikan Jabar Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia, dengan luas wilayah 29.275,82 km2. Secara administratif pemerintahan, Jawa Barat punya 25 kabupaten dan kota, yang terdiri dari 16 kabupaten dan 9 kota, mencakup 535 kecamatan, 1.724 kelurahan, dan 3.939 desa. Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan Susenas 2002 berjumlah 36,9 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 1999-2000 mencapai 2,17% per tahun. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat disebabkan oleh dua hal, yakni pertumbuhan penduduk alamiah dan migrasi. Laju pertumbuhan yang disebabkan oleh migrasi lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk alamiah. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat heterogenitas penduduk Jawa Barat yang cukup tinggi. Besarnya jumlah penduduk Jawa Barat bisa dijadikan salah satu modal berharga dalam pembangunan apabila punya kualitas yang siap memasuki persaingan. Di sisi lain, besarnya jumlah penduduk juga bisa menjadi salah satu penghambat dalam pembangunan apabila tidak didukung oleh kualitas yang memadai. itu, diperlukan satu upaya nyata dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Jawa Barat agar bisa dijadikan sebagai potensi berharga dalam pembangunan. Tidak ada cara lain yang paling efektif dalam  pemberdayaan dan peningkatan kualitas masyarakat Jawa Barat selain memprioritaskan pembangunan SDM melalui pendidikan. Sebagaimana sudah menjadi komitmen bersama, eksekutif, legislatif, dan masyarakat Jawa Barat telah sepakat untuk menjadikan indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai tolok ukur keberhasilan Pembangunan. IPM merupakan indeks komposit tiga variabel utama, yaitu pendidikan, kesehatan, dan daya beli. dengan provinsi lain di Indonesia, Jabar mengalami ketertinggalan dalam hal pencapaian IPM. Data sementara dari BPS pada tahun 2002 menunjukkan Jabar berada pada peringkat ke-17 dari 30 provinsi yang diukur. Untuk lebih jelasnya, perkembangan kondisi IPM dengan berbagai komponennya pada 1999 dan 2002 dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Dilihat dari tabel, khusus untuk komponen pendidikan yang diukur melalui indikator rata-rata lama sekolah (RLS), dan angka melek huruf (AMH) dalam kurun tiga periode tersebut terus mengalami peningkatan. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, angka tersebut masih di bawah rata-rata. Khusus untuk komponen rata-rata lama sekolah (RLS) pada 2002 baru mencapai 7,2 tahun menunjukkan bahwa secara rata-rata penduduk Jawa Barat baru bisa menamatkan pendidikan sampai kelas 1 (satu) sekolah menengah pertama (SMP). Hal tersebut sangat signifikan dengan tingkat pendidikan yang bisa diselesaikan oleh penduduk Jawa Barat. Sebagian besar warga Jabar baru menyelesaikan pendidikan sampai dengan tingkat SD, yaitu sekira 38,9%. Sementara itu, hanya sebagian kecil dari penduduk Jawa Barat yang bisa menamatkan pendidikan sampai jenjang pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Dilihat dari komposisi perbandingan antara laki-laki dan perempuan, tingkat kemampuan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi lebih rendah dibandingkan laki-laki, sedangkan untuk jenjang pendidikan menengah perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Rendahnya pencapaian pendidikan masyarakat Jabar disebabkan oleh permasalahan-permasalahan mendasar, baik itu permasalahan ekonomi, sosial budaya, maupun geografis. Sementara masalah-masalah teknis pendidikan yang selama ini berkembang di masyarakat, antara lain tingkat kerusakan sarana prasarana yang begitu tinggi, kekurangan guru, khususnya di daerah-daerah terpencil, mahalnya biaya pendidikan, dan lain-lain sangat terkait dengan pencapaian target IPM,  khususnya indeks pendidikan Berdasarkan pada situasi dan kondisi pendidikan Jabar seperti dikemukakan di atas maka diperlukan satu upaya terencana dan berkesimbungan agar pembangunan pendidikan di Jawa Barat bisa menuntaskan berbagai permasalahan pendidikan, sekaligus mengejar ketertinggalan dari provinsi-provinsi lain dalam hal pencapaian angka IPM.

Dokumen rencana pembangunan regional makro (RPRM) pendidikan Jawa Barat merupakan salah satu upaya terencana untuk menjawab berbagai permasalahan pendidikan serta dalam rangka meningkatkan pencapaian indeks pendidikan. Proses penyusunan RPRM aspek pendidikan ini dilakukan secara sistematis dan melalui beberapa tahapan. Selain analisis-analisis yang dilakukan secara internal di BAPPEDA Jawa Barat yang melibatkan ahli-ahli bidang pendidikan dan para ahli lainnya secara multidisipliner. Langkah berikutnya diadakan dialog-dialog dengan para stakeholder pendidikan serta beberapa tahapan lain sebagai upaya untuk menyempurnakan dokumen RPRM Pendidikan Jawa Barat. Dialog dengan stakeholder dilakukan dalam rangka menjaring aspirasi dan apresiasi masyarakat terhadap program pembangunan pendidikan di Jawa Barat selama ini. Dialog dengan stakeholder melibatkan berbagai kalangan seperti para akademisi, LSM                   pendidikan, Dinas Pendidikan, Kantor Wilayah Departemen Agama, dan para praktisi pendidikan. Rumusan hasil dialog yang sudah disusun kembali didiskusikan dengan tim pakar pendidikan dalam rangka mencari masukan dan pemikiran strategis agar konsep dokumen ini bisa diterima berbagai kalangan. Beberapa perbaikan dilakukan berdasarkan                   kritik, saran, dan masukan dari tim pakar. Untuk kepentingan dokumen ini dilakukan pula kompilasi dan identifikasi data dengan dinas terkait (Dinas Pendidikan Nasional, BPS, dan Departemen Agama). 

Berdasarkan data tersebut, dilakukan analisis kondisi objektif pendidikan untuk masing-masing kabupaten/kota. Analisis kondisional tersebut berkaitan dengan kondisi umum, posisi kabupaten/kota, identifikasi program, dan intervensi program yang bisa dilakukan. Langkah berikutnya, dokumen ini disosialkan kepada para pengambil kebijakan (decision makers) di tingkat kabupaten dan kota (Bappeda, Dinas Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan Komisi E DPRD) dengan agenda utama klarifikasi persoalan  dan program pendidikan agar lebih objektif di samping menampung berbagai persoalan yang belum terakomodasi dalam dokumen ini. Langkah-langkah ini memungkinkan dokumen lebih lengkap dan aspiratif serta menyentuh persoalan substansi pendidikan di Jawa Barat berdasarkan dengan pengembangan indeks pembangunan pendidikan sebagai sebagai basis pijakan. Sosialisasi dokumen ini dilakukan melalui beberapa media, seperti seminar dan lokakarya, publikasi di media massa sehingga terbitnya dokumen ini menjadi sebuah buku. Intervensi sosialisasi ini dilakukan agar dokumen ini bisa terdistribusi secara merata di semua kalangan masyarakat Jawa Barat.

3.   Indikator Pembangunan Lainnya
Indikator pembangunan yang bersifat komparasi, dalam anti membandingkan   “kemajuan” atau “keberhasilan pembangunan” suatu daerah dengan daerah lainnya, harus diterapkan secara hati-hati, karena pada dasarnya indikator semacam itu dikembangkan dengan berbasis pada asumsi homogenitas wilayah yang secara tidak langsung memiliki potensi untuk mengabaikan potensi spesifik yang dimiliki oleh suatu daerah dalam mengembangkan diri sesuai dengan caranya sendiri, yang mungkin lebih tepat dan lebih efektif.      Oleh karena itu, dalam kerangka konsepsi KL, dikembangkan beberapa       indikator berupa pengukuran kualitas tatanan, yang dilakukan dengan       memperhatikan peningkatan nilai dari 2 (dua) parameter, yakni:        

Kemandirian tatanan dalam mengembangkan dirinya
Nilai parameternya dapat diketahui dengan memperhatikan aspek-aspek: kemandirian masyarakat sebagai unsur utama tatanan dalam mengembangkan diri dan menyalurkan aspirasinya; terjadinya interaksi harmonis antar komponen atau unsur tatanan yang berbasis kepada kesadaran kosmologis; kemandirian unsur manusia untuk meningkatkan kualitas tatanannya (tanpa intervensi pihak luar). 

Kemampuan untuk memperluas jaringan dan jangkauan       interkoneksitasnya 
     Sambil menerima energi baru, ia senantiasa berusaha       mengembangkan jaringan fungsiobal agar tatatanannya menjadi lebih berdaya. Kemandirian yang dimaksudkan di sini jelas bukan kemandirian absolut akan tetapi bernuansa intekoneksitas dan komplementer. Jadi dari sudut pandang teori system, tatanan dapat dianggap sebagi suatu system terbuka (open system). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar