Konsep ini mensyaratkan adanya suatu tahapan dalam internalisasi sumber daya untuk menghasilkan produk bagi pemenuhan konsumsi masyarakat lokal, misalnya melalui cara pengembangan industri padat karya skala kecil. Atau secara ekstrem dapat dikatakan melakukan perubahan di dalam institusi dan keterkaitan hubungan struktur ekonomi. Hal ini didukung pendapat Hirschman (1957),
bahwa pengembangan wilayah atas suatu periphery hanya dapat dilakukan dengan melindunginya dari pengaruh polarisasi wilayah. Ditinjau dari sudut pandang ekonomi wilayah, usaha internalisasi yang dilakukan dalam bentuk komponen elemen-elemen produksi (sumber daya maupun investasi) dimaksudkan untuk memaksimalkan efek mulitiplier lokal terhadap sektor-sektor perekonomian wilayah melalui kontrol backwash effects yang terjadi dengan bertumpu pada karakter dasar wilayah tersebut.
bahwa pengembangan wilayah atas suatu periphery hanya dapat dilakukan dengan melindunginya dari pengaruh polarisasi wilayah. Ditinjau dari sudut pandang ekonomi wilayah, usaha internalisasi yang dilakukan dalam bentuk komponen elemen-elemen produksi (sumber daya maupun investasi) dimaksudkan untuk memaksimalkan efek mulitiplier lokal terhadap sektor-sektor perekonomian wilayah melalui kontrol backwash effects yang terjadi dengan bertumpu pada karakter dasar wilayah tersebut.
Proses internalisasi potensi lokal wilayah merupakan awal bagaimana suatu wilayah dapat berkembang. Menurut perspektif teori ini, terdapat berbagai strategi pendekatan pengembangan wilayah, yaitu pendekatan pengembangan territorial, fungsional, dan pendekatan agropolitan. Secara umum pendekatan- pendekatan tersebut memfokuskan pada upaya melepaskan diri dari ketergantungan terhadap wilayah pusat.
Perbandingan pendekatan pengembangan wilayah berdasarkan konsep Development from Below.
1. Hubungan (linkage) dengan Wilayah Lain
Pengembangan territorial memiliki keterkaitan terbesar terhadap wilayah lain, dalam hal ini wilayah yang secara fungsional hirarkhinya lebih tinggi dari wilayah tersebut, sehingga setiap perubahan yang terjadi di wilayah luar akan turut mempengaruhi perkembangan internal region. Sedangkan pendekatan pengembangan Agropolitan meniadakan sama sekali linkage dengan region lain. Dalam hal ini berarti wilayah tersebut berkembang secara independen tanpa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh region lain.
2. Kemungkinan Wilayah Penerapan
Pengembangan territorial dan fungsional tidak mensyaratkan secara tegas potensi tertentu yang harus dimiliki oleh suatu wilayah. Sementara itu pendekatan pengembangan agropolitan secara tegas mensyarakatkan potensi sumber daya alam yang tinggi, terutama bagi negara-negara yang tertinggal pembangunannya (negara dunia ketiga).
3. Perhatian atas Aspek Penunjang
Territorial dan fungsional terlampau fokus kepada upaya mengembangkan wilayah tanpa mempersiapkan infrastruktur lain yang mendukung sektor tertentu yang akan dikembangkan. Agropolitan mempersiapkan secara matang aspek-aspek lain yang akan menunjang sektor yang dikembangkan. Misalnya untuk suatu distrik agropolitan yang berbasis sektor pertanian, maka akan ditunjang pula dengan sektor industri yang menghasilkan alat-alat pertanian; perdagangan yaitu perdagangan yang memasarkan hasil-hasil industri dan pertanian itu; dan sektor jasa lainnya yang secara keseluruhan menunjang berkembanganya sektor pertanian.
4. Sistem Manajemen
Dalam pengembangan territorial, keterkaitan antara pusat dan pinggiran dimanifestasikan dengan sistem birokrasi desentralisasi dan dekonsentrasi yang masih memungkinkan adanya interaksi kontrol-pertanggungjawaban antara pusat dengan daerah. Sementara itu agropolitan distrik mempunyai wewenang penuh untuk mengontrol pemanfaatan sumber daya alamnya. Pada bagian lain, pendekatan pengembangan fungsional lebih mengalami proses birokrasi yang kompleks.
5. Tuntutan Adanya Leading Core
Pada konsepsi pengembangan agropolitan tidak dituntut adanya leading core, dalam artian jika semua wilayah memiliki homogenitas dalam struktur perekonomian, konsepsi ini dapat dikembangkan. Namun, dalam pengembangan teritorial dan fungsional, mekanisme pengembangan wilayah dapat terjadi jika sudah terdapat leading core dalam sistem perwilayahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar