Bangsaku, apa yang engkau butuhkan?

Keinginan manusia yang sungguh tidak terbatas dan tidak pernah dipuaskan bahkan hingga akhir hidup manusia sekalipun. Jika keinginan itu kita utamakan dan kita paksakan dalam pemenuhannya maka akan merusak tatanan yang ada. APalagi jika keinginan tersebut berasal darimereka-mereka yang memiliki kedudukan penting seperti mereka yang memiliki jabatan publik ditengah tengah bangsa. Semakin dia (baca=pemerintah) memenuhi keinginannya dia akan merusak kebutuhan orang lain. Mereka yang seharusnya memenuhi/ mengutamakan/ memtingkan kebutuhan rakyat maka akan terbalik dengan mementingkan keinginannya sendiri.


Disinilah sebenarnya betapa pentingnya moral kita tanamkan didalam hidup masing masing individu sehingga menjadi suatu kesedaran diri. Dengan demikian kita dapat menempatkan keinginan itu pada porsi yang sebenarnya, meletakan keinginan secara proporsional. Hal ini akan memberikan kita Suatu daya olah (pemikiran) dari kita sendiri bahwa bukan kita saja yang ada didunia ini, bukan hanya keluarga kita yang disebut keluarga. Disinilah letaknya betapa pentingnya moral dalam keinginan itu.

Moral adalah suatu kemampuan untuk membedakan, memberi batasan antara yang benar dan salah didalam tindakan bukan dalam teori. Moral selalu bergantung pada kesadaran hati. Bukan kalkulasi atau perkiraan.

Bagaimana kita membedakan Keinginan dan kebutuhan?
Keinganan sebenarnya sangat berbeda dengan kebutuhan. Ibarat seeokr harimau yang butuh hanya kenyang, ketika dia sudah kenyang dengan seekor kerbau dia tidak akan memangsa rusa lagi. Artinya ketika kita berbicara tentang kebutuhan maka akan terdapat suatu titik dimana ada kecukupan. Cukup adalah cukup. Namun apa yang terjadi pada mereka yang kita anggap penting dalam bangsa ini (baca=pemerintah) bisa saja dengan mobil yang bernilai ratusan juta kebutuhan mereka sudah terpenuhi tetapi keinginannya lebih dari itu. Mereka menginginkan mobil yang bernilai milyaran rupiah. Dalam hal ini mereka telah dipenjarakan oleh keinginan mereka, moral tersebut tidak lagi terlihat. Keinginan akan senantiasa berhadapan dengan moral.

Nah, apa yang harus kita lakukan dalam bernegara? Kita harus memiliki kesadaran diri bahwa cukup adalah cukup. Jika kita dengan sepasang sepatu sudah cukup mengapa harus memiliki dua pasang? Jika dengan motor kita sudah cukup mengapa harus memiliki mobil? Disinilah muatan moral tersebut. Dengan tidak adanya kesadaran akan hal ini maka bangsa lita ini rusak. Tidak ada lagi moralitas ditengah tengah bangsa. Para pejabat seenaknya.

Kekuatan moral selalu mendorong orang untuk bertindak diluar dari jalur, melawan arus. Bisa saja orang secara hukum memenuhi, secara prosedur terpenuhi tetapi secara moral rusak. Hal ini bisa saja terjadi. Bisa saja orang terpenuhi secara hukum tetapi tidak terpenuhi dari perspektif  keadilannya. Makanya moral itu juga dapat dikatakan kemampuan memiliki prinsip melebihi legalitas maupun prosedural.

Kondisi bangsa ini sekarang berada pada titik kehancuran. Jika kita tidak membangun suatu moralitas yang didasarkan oleh agama (dalam hal ini agama yang benar benar substansial bukan legalitas atau formalistis) maka kehancuran ini akan semakin parah.

Kebanyakan bangsa kita menganut agama hanya untuk legalistis dan formalistis saja. Hal ini karena memang dalam aktivitas vital kita selalu dikaitkan dengan agama seperti pada pendidikan, pekerjaan, perkawinan dan lain sebagainya tanpa mendalami makna sebenarnya dari agama itu apa. Mengapa saya katakan seperti itu. Kita lihat saja keadaan bangsa kita saat ini mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur bahkan sampai Camat dan rakyat semuanya memiliki agama. Namun mengapa KKN masih saja ada? Mengapa masih ada penyimpangan penyimpangan hukum? Mengapa masih ada tindak kriminalitas (pencurian, pemerkosaan, dll)? Mengapa keadilan belum dapat dirasakan? Dimana letak kesejahteraan?

Agama itu harus kita jadikan suatu yang substansial bukan saja sebagai legalitas atau formalitas semata. Dengan demikian kita akan memiliki kesadaran. Kesadaran sebenarnya adalah perjumpaan kita dengan Tuhan. Ketika unsur Tuhan itu hilang dari kita maka kesadaran itu juga tidak akan ada dan sebaliknya ketika kita memiliki kedekatan dengan Tuhan kesadaran itu akan timbul. Dengan adanya kesadaran kita sudah layak disebut orang beriman. Dengan demikian orang yang beriman pasti memiliki moral. Kesadaran itu ditunjukkan dengan rasa syukur. Orang  yang besyukur dapat melihat dirinya betapa kebutuhannya sudah terpenuhi.

Terinspirasi oleh Pdt.Saut Sirait MTh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar