Agropolitan District Growth


Pada dasarnya konsep pengembangan wilayah Agropolitan (Friedmann dan Douglass, 1976)  berawal dari tingkat perkembangan yang berbeda dan keterkaitan yang tidak simetris yang mengarah pada terjadinya leakage sehingga menyebabkan terjadinya distorsi antara rural dan urban. Pengembangan rural yang berkelanjutan dengan basis pemenuhan  kebutuhan dasar merupakan salah satu saran dari pendekatan Agropolitan. 


Oleh karena itu dibentuk unit- unit rural- urban yang independen di dalam satu “Agropolitan District”. Hubungan rural- urban dalam district tersebut didasarkan pada keterkaitan yang saling menguntungkan, serta kesamaan peran dalam interaksi skala territorial yang terkecil. Persepsi ini didukung oleh Taylor (1979) yang mengatakan bahwa dalam konteks ini ukuran kota yang kecil akan mengurangi terjadinya leakage dari wilayah agraris yang muncul akibat adanya keterkaitan antar wilayah. Karakteristik- karakteristik dari unit- unit Agropolitan (prasyarat) yang dapat dijadikan sebagai dasar asumsi pengembangan teori ini adalah :
1. Ukuran wilayah yang relatif kecil
2. Lokasi; terletak di hinterland negara- negara dunia ketiga
3. Kedaan sosial-budaya, politik, dan ekonomi relatif identik secara keruangan.
4. Tingkat kemandirian tinggi yang  didasarkan pada partisipasi aktif  masyarakat serta kerjasama di tingkat lokal termasuk di dalamnya pemenuhan kebutuhan dan pengambilan keputusan oleh masyarakat lokal.
5. Diversifikasi lapangan pekerjaan baik pertanian maupun non-pertanian dengan penekanan pada pertumbuhan industrialisasi rural area
6. Adanya fungsi industri di wilayah urban-rural yang terkait pada sumber daya  dan struktur ekonomi lokal
7. Adanya  teknologi yang mengacu pada pemanfaatan sumber daya lokal.
8. Jumlah penduduk berkisar antara 50.000 – 150.000 
9. Pembatasan jarak antar unit yang memungkinkan terjadinya kecenderungan commuting.

Upaya menghindari ketergantungan (berupa impor faktor produksi ataupun barang-barang kebutuhan dasar – basic needs) antara periphery dengan core region diwujudkan melalui tindakan atau strategi pengembangan dalam menutup peluang terjadinya interaksi dengan hal-hal  sbb :
1. Adanya pengendalian ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya terhadap sektor yang dapat meningkatkan kualitas lokal secara kontinyu, dan menjadi basis ekonomi yang permanen, yang dimungkinkan untuk sektor yang memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbarui (renewable resources). Bentuk perhatian lebihnya adalah dengan menyediakan fasilitas training bagi tenaga kerjanya, pemberian subsidi, dan akses perkreditan. Sementara itu bagi sektor lainnya akan dikembangkan ke arah yang mendukung sektor utama  di atas.

2. Meminimasi hubungan fisik antara core region dan periphery region. Dalam hal ini berarti pembangunan jaringan infrastruktur yang menghubungkan kedua region tersebut tidak diperhatikan dan titik berat pembangunan infrastruktur jaringan jalan difokuskan di dalam wilayah itu sendiri.

3. Adanya kebersediaan pelaku ekonomi, dalam hal ini pemilik modal untuk selalu menginvestasikan modalnya di wilayah sendiri meskipun rate of return wilayah lain nilainya lebih besar.

4. Adanya populasi yang homogen, mengingat fondasi dari agropolitan development adalah kebudayaan asli masyarakat setempat maka wilayah tersebut mungkin akan menerapkan kebijakan ketat atas arus migrasi masuk.

5. Pembangunan infrastruktur lain dan pengembangan sektor lain yang menunjang pertumbuhan sektor utama. Dengan syarat, keterkaitan antar sektor- sektor tersebut berada pada satu wilayah agropolitan district. 

Pengembangan perencanaan pengembangan wilayah Agropolitan diarahkan pada strategi yang pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kondisi tertentu dan keuntungan dari ‘penutupan’ wilayah, yaitu: 
1. Menginternalkan efek multiplier dan pengaruh- pengaruh eksternal melalui penekanan pada keterkaitan lokal dan fungsi yang saling melengkapi antara pertanian dan industri sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

2. Kebijaksanaan penyamarataan kepemilikan aset produktif diantaranya, lahan, modal,   dan public goods, serta kebijaksanaan redistribusi pendapatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar